Senin, 26 Januari 2009

Memperbesar ruang keikhlasan

Kaum hawazin adalah komunitas terbesar kedua setelah Qurays. Setelah fathu Makkah kaum ini tidak serta merta mengakui kekuasaan Islam yang telah mengalahakan Quraiys. Mereka membuat front baru dengan kaum Muslimin. Didukung strategi perang yang lebih hebat serta kondisi geografis yang sangat strategis mereka menyatakan siap berperang dengan pasukan kaum muslimin.
Berangkatlah sekitar 12 000 kaum muslimin untuk menghadapi kaum hawazin. Pada awal peperangan kaum muslimin lari kocar-kacir karena diserang mendadak oleh pasukan panah dari balik pepohonan. Sebagian besar kaum muslimin yang merupakan orang yang baru masuk Islam bahkan terbirit-birit. Al Quran kemudian mengabadikan kejadian ini. Ya, kaum muslimin merasa bangga dengan jumlah yang banyak. Tapi ternyata kualitas mereka lembek dan tak punya nyali. Al Qur'an mencatat pula bahwa yang mampu mengalahkan musuh adalah segolongan umat Islam yang telah lama konsisten dengan perjuangan. Ya, mereka adalah kader-kader dakwah yang tak pernah surut dengan tantangan apapun.
Akhir dari perang ini adalah kemenangan gilang gemilang beserta rampasan perang yang tak terkira jumlahnya. Permasalahan kemudian muncul, ketika rasulullah saw membagikan lebih banyak kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Kepada orang yang di awal pertempuran lari tunggang langgang. Nabi (seolah) meninggalkan kaum Anshor yang sangat besar jasanya dalam perang ini bahkan dalam setiap langkah perjalanan dakwah Rasulullah. Sempat terjadi ketegangan tentang masalah pembagian rampasan perang walaupun dengan bijak rasulullah mampu menenangkan seluruh pasukannya dan ridho kaum anshor atas pembagian tersebut.
permasalahan rampasan perang memamng telah muncul sejak adanya peperangan terbuka. Paska perang Badar, sebagian sahabat sudah mulai kasak kusuk. Kemudian turunlah surat al Anfaal yang menyatakan bahwa rampasan perang adalah hak sepenuhnya Allah dan RasulNya. tentu ada pertanyaan, mungkinkah para sahabat utama lalai dengan surat al anfaal ketika perang Hunain berakhir? saya yakin tidak. Faktor kemanusiaanlah yang kemudian membuat orang mengukur segala sesuatu dengan pertimbangan logika semata, bahkan dengan logika materi. Kadang para juru dakwah, para kader lupa bahwa anugerah yang diberikan Allah kepada pasukannya tidak semata-mata diukur dengan materi. sma sekali tidak bisa. Bahkan saya berani meyakini bahwa tidak ada sahabat utama Rasulullah yang kaya dengan harta rampasan perang. Kalau tyoh Abu Bakar kaya, pastilah karena Abu Bakar pandai berdagang. Abdurrahman bin Auf hartawan terkaya waktu itu mengmpulkan hartanya dari berniaga, bukan dari rampasan perang. Demikian juga dengan Utsman, dan lain sebagainya. Jika para sahabat utama menggantungkan hidupnya dari harta tersebut tentu saja kita tidak akan mendengar bahwa Fatimah harus menggiling roti sendirian sehingga tangannya kasar.
tapi perubahan zaman tidak akan pernah mengubah watak manusia kecuali dengan Islma yang hakiki. Lihatlah yang terjadi sekarang, ketika genderang peperangan ditabuh, justru sebagian kader dakwah kehilangan semangat juang. Sebagian mereka menganggap bahwa jihad ini tugas para kader di garis depan saja. Alasannya sangat tidak masuk akal, merekalah yang akan menikmati perjuangan ini. Naudzubillahi min dzalik. Sudah sedemikian rapuhkah pemahaman kader tentang dakwah ini. Sudah sedemikian burukkah prasangka para kader terhadap para pejuang di garis depan sehingga tidak mau mendukung dari belakang. sudah lupakah bahwa sejarah selalu mencatat bahwa para pejuang selalu mendapat beban yang lebih banyak dibanding yang lain. Tidak tahukah para kader bahwa hasil sesungguhnya dari perjuangan ini justru paling banyak diberikan kepada umat. Memang benar ada hal-hal yang langsung dinikmati, tapi sebandingkah dengan pengorbanan yang mereka curahkan dalam perjuangan ini.
Ya, memang kadang kita lupa, tapi marilah kita sasdari sepenuhnya bahwa perjuangan ini adalah kewajiban kita semua. Kita bukan orang biasa yang menunggu hasil perjuangan, kita adalah bagian dari perjuangan.
Allahu Akbar. semoga Allah memberikan jalan yang mudah bagi kita semua untuk memenangkan dakwah ini. amiin.

Selasa, 06 Januari 2009

Israel

Mendengar nama Israel hati ini terasa teriris. Ya mereka yang menggunakan nama pemberian Allah (bani Israel) dengan semena mena menginjak harga diri bangsa lain. Bani Israel termasuk kaum yang paling banyak disebut dalam Al Qur'an. Nabi Musa sebagai nabi yang diturunkan untuk Israel juga paling banyak disebut dalam Al qur'an. Banyaknya nabi yang diturunkan kepada mereka tak membuat mereka membangun karakter sebagai bangsa yang berperadaban tinggi.
Karakter yang paling mengenaskan dari bani israel adalah sifat kepengecutan mereka. sifat yang membuat mereka tidak layak untuk mengklaim bahwa tanah palestina adalah tanah yang dijanjikan buat mereka. Lihatlah sedikit saja, ketika mereka diselamatkan Allah dari kejaran Fir'aun dengan mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa ternyata tidak membangun nyali mereka. Ketika Nabi Musa mengajak untuk masuk ke Palestina mereka malah ketakutan melihat tanah palestina dihuni orang yang berbadan besar. Mereka seolah lupa bahwa Fir'aun dengan tentaranya yang terlatih dan terorganisir bisa kalah oleh Musa dengan pertolongan Allah. Mereka lupa bahwa Musa dan Harun masih bersama mereka. Mereka lupa bahwa janji Allah adalah benar. Akhirnya mereka tidak diijinkan untuk masuk Palestina sampai 40 tahun (ada yang menafsirkan ratusan tahun). Mereka adalah pengecut. mereka berlindung di bawah ketiak AS dan PBB yang tak pernah punya nyali menghadapi Israel.
Kini mereka telah menggali lubang kehancuran. Serangan yang membabi buta pada rakyat palestina akan melahirkan mujahidin baru dari seluruh penjuru dunia. Bersiaplah wahai Israel, kehancuranmu tinggal menunggu waktu. Kehancuranmu tinggal menunggu generasi yang kuat yang akan membuatmu lari tunggang langgang. Allahu Akbar.