Makin berisi makin merunduk. Begitulah peribahasa 'ilmu padi' yang sering kita dengar. Dalam syari'at Islam yang mulia pun diajarkan hal yang serupa, sifat dan sikap tawadhu'.
Tawadhu’ secara bahasa bermakna rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah menampakkan perendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Ada juga yang mengatakan tawadhu’ adalah mengagungkan orang karena keutamaannya. Tawadhu’ adalah menerima kebenaran dan tidak menentang hukum.
Manusia memiliki berbagai ukuran kemuliaan. Sebagian menganggap kemuliaan seiring dengan kekayaan, sebagian menganggap kemuliaan membersamai kedudukan, sebagian lagi menyandingkan kemuliaan dengan kepandaian, sebagian yang lain menganggap kekuatan sebagai ukuran kemuliaan. Allah yang Mahaadil memberikan ukuran yang lebih tepat, adil dan bijaksana. Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
• •
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurot [49]: 13)
Ukuran kemuliaan adalah ketakwaan, bukan banyaknya harta, tingginya pangkat atau kemuliaan nasab. Takwa adalah barometer dalam segala perkara. Tidak akan bermanfaat harta, pangkat dan keturunan kecuali diiringi dengan takwa. Salah satu perangai ketakwaan yang dianjurkan dalam agama adalah sifat tawadhu’.
“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS Al Israa’ : 24)
Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya supaya kalian bertawadhu’ sehingga tidak ada seorangpun yang menganiaya orang lain dan tidak seorang pun menyombongkan diri atas orang lain (HR Muslim)
Lawan dari tawadhu’ adalah sombong. Allah tidak menyukai hambanya yang berbuat sombong.
• •
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS An Nisaa’ : 36)
Sombong tidak sama persis dengan menggunakan barang-barang yang bagus atau mewah. Sombong artinya menolak kebenaran dan meremehkan manusia lainnya. Rasulullah bersabda
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Keutamaan Tawadhu’
Semua sifat terpuji selalu mengandung keutamaan sebagai pendorong bagi kita agar berusaha untuk meraih sifat tersebut. Di antara keutamaan sifat tawadhu’ adalah;
1. Menjalankan perintah Alloh subhanahu wata'ala
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu’aro [26]: 215)
2. Terhindar dari kebencian Allah
Allah membenci orang-orang yang sombong, sehingga ketika seorang hamba meninggalkan sifat tersebut akan terhindar dari kebencian Allah.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
3. Perangai hamba yang terpuji
“Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqon [25]: 63)
4. Jalan menuju surga
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Qoshos [28]: 83)
5. Mengangkat derajat seorang hamba
Selayaknya bagi setiap muslim untuk berhias diri dengan sifat tawadhu’ karena dengan tawadhu’ tersebut Alloh akan meninggikan derajatnya.
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda; “Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim:2588)
6. Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya Alloh mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’, hingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain dan tidak ada lagi orang yang menyakiti atas yang lain.” (HR. Muslim: 2865)
dari berbagai sumber
Rabu, 24 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar