Kamis, 25 September 2008
Susu Kambing : Sembuhkan Asma
Bayangan 5 tahun silam melintas di benak Ida Rahmawati. Ia ingat persis, ‘pada umur 6 bulan, Dyah kerap batuk-batuk dari jam 02.00 sampai 04.00,’ ujar Ida. Dokter hanya meresepkan sirop obat batuk dan antibiotik. Beberapa bulan berselang, timbul gatal-gatal pada kulit. Ia pun kembali memeriksakan Dyah ke dokter. Hasilnya, Dyah divonis alergi susu sapi. Oleh karena itu Ida mengganti susu bubuk sapi dengan susu bubuk kedelai. Penggantian itu memang menghilangkan gatal-gatal pada kulit Dyah. Namun batuk pada malam hari tak kunjung reda.
Bahkan setahun kemudian, batuknya semakin parah. Napas tersengal-sengal seperti tercekik. Ida Rahmawati menyambangi dokter lain untuk mengetahui penyebab batuk berkepanjangan itu. Saat itulah ia tahu, Dyah mengidap asma karena alergi susu sapi. Sejak diagnosis asma itulah, Dyah yang saat itu berusia 2,5 tahun mengkonsumsi puyer antialergi 6 kali sehari. Kebiasaan itu berlangsung hingga Dyah berusia 7 tahun. Untuk memberikan pertolongan segera, Ida menyiapkan alat bantu pernapasan nebulizer dan tabung oksigen ukuran 80 cm.
Stres
Obat dan piranti itu tak juga membantu kesembuhan Dyah. Buktinya ia sering opname karena serangan asma. ‘Obat dan nebulizer sudah tidak mampu menolongnya,’ ujar sang bunda. Hampir setiap 6 bulan Dyah dirawat di rumahsakit selama 2-3 hari. Asma Dyah kambuh terutama saat udara panas. Di sekolah yang dilengkapi pendingin ruangan, asma Dyah tak pernah kambuh. Namun, begitu pulang karena udara panas napasnya terengah-engah.
Menurut dr Mohamad Soleh, asma bisa kambuh salah satunya bila dipicu stres. Stres bisa secara fisik maupun psikis. Stres fisik bisa karena panas, dingin, lelah atau karena penyakit lain. Asma Dyah kambuh saat udara panas bukan udara dingin seperti asma pada umumnya. Menurut dr Imelda Magaritha asma adalah gangguan pernapasan karena alergi. Gangguan itu berupa penyempitan saluran pernapasan yang menghambat udara keluar dari paru-paru. Asma dapat kambuh jika sistem kekebalan terpicu oleh penyebab alergi. Penyebab alergi berbeda setiap individu, misalnya alergi susu sapi, udara dingin, debu atau stres.
Ketika upaya penyembuhan secara medis tak menggembirakan, Ida mencoba pengobatan tradisional. Atas saran kerabatnya, ia memberikan berbagai obat tradisional seperti hati kelelawar, hati kura-kura, dan hati unta pada waktu yang berbeda. Dosisnya 50 gram 3 kali sehari. Sayang, kesembuhan itu belum juga muncul.
Toleransi
Pada Oktober 2005, seorang rekan menyarankan untuk mencoba susu kambing. Barharap kesembuhan pada anaknya, Ida pun menuruti saran itu. Ia memesan 10 liter dengan harga 15.000 per liter. Susu kambing dikemas 200 ml, Ida mesti memanaskannya sebelum memberikan susu itu kepada Dyah. Sekali minum Dyah menghabiskan 200 ml dengan frekuensi 3 kali sehari. Efek terlihat pada 3 bulan pertama. Batuk pada malam hari mereda dan napas tersengal tidak terdengar lagi.
Setelah 3 bulan mengkonsumsi susu kambing, asupan puyer antialergi dihentikan. Pada 3 bulan kedua susu kambing diberikan hanya 2 kali sehari. Untuk selanjutnya sampai sekarang Dyah tetap meminum susu kambing, tapi cukup sekali sehari. Setelah rutin mengkonsumsi susu kambing, setahun terakhir asma Dyah tidak pernah kambuh. Tidak ada lagi acara bolak-balik ke rumahsakit. Nebulizer yang setia memberi oksigen pun teronggok di sudut kamar.
Yang terpenting, gadis cilik berusia 9 tahun itu sudah bisa tertawa lepas saat bermain dengan teman-temannya. Tidak akan terdengar lagi larangan ibunya untuk menahan tawa dan gerakan kala asyik bermain. Bagaimana duduk perkara susu kambing mengobati asma? dr Imelda Margaritha menuturkan susu kambing meningkatkan daya tahan tubuh. Itu lantaran kandungan mineral berupa magnesium, klorida dan selenium yang bagus untuk metabolisme tubuh.
Susu kambing biasanya dikaitkan dengan asma karena alergi susu sapi. Jika seseorang alergi susu sapi, sebenarnya dia alergi dengan gula atau protein dalam susu sapi atau dikenal dengan sebutan ? A1 kasein; susu kambing, betakasein. Susu kambing hanya mengandung 4-4,1% gula laktosa sehingga masih ditolerir untuk orang yang alergi laktosa. Bandingkan dengan kadar laktosa susu sapi yang berkisar 4-7% Jadi, penderita asma sembuh atau reda setelah minum susu kambing, berarti dia alergi dengan komponen yang ada pada susu sapi atau produk dari susu sapi. Jika tidak reda, maka pemicu asma bukan karena alergi dengan komponen tadi.
Susu kambing bisa dikonsumsi dalam bentuk cair, bubuk bahkan tablet. Dalam hal kestabilan zat aktif (protein, mineral, vitamin), susu kambing tablet lebih stabil daripada bubuk dan cair. Apa pun pilihannya, susu kambing terbukti mujarab mengatasi asma seperti yang dialami Sekar Ayu Dyah Larasati. (Nesia Artdiyasa)
dikutip dari http://www.trubus-online.com/
Minggu, 21 September 2008
Menjelang Ramadhan Berakhir
Sungguh karuniaMu tiada bertepi
Kau sisakan kesempatan bagiku
tuk melewati hari-hari yang penuh berkah
Bulan ramadhan yang agung
di bulan ini Kau tumpahkan segala karuniaMu
Kau hidangkan semua rahmatMu
Tapi,
hambaMu yang lemah ini tak kuasa
tuk mengambil semua rahmat dan berkahMu
Allah, di sisa ramadhan yang tak seberapa
ku ingin gapai hidanganMu sampai aku puas
mendapatkan rahmat dan berkahMU
Allah,
berilah kekuatan kepadaku
Jumat, 12 September 2008
Petruk Dadi Ratu
Goro-goro versi wayang kulit harusnya dimaknai sebagai simbolisasi dari perlawanan terhadap kekuasaan yang dijungkir balikkan melalui cerita. Bahkan para dalang jaman bahuela terbiasa mendemontrasikan pemberontakannya atau ide-ide pembaharuannya pada sesi goro-goro ini.
Berbicara goro-goro tak nyamleng bila tak membicarakan lakon utama dalam goro-goro itu sendiri. Ya, goro-goro atau jungkir baliknya dunia adalah saatnya bagi punakawan tampil. Beberapa tokoh jelek jejogedan dan uro-uro semaunya, cebang-ceblung ngalor ngidul omongannya tetapi pesannya jelas.
Megahnya istana Atmartha atau Hastina di dilupakan, sebagai gantinya suasana pedesaaan Karangkedempel atau Pecukpecukilan ditampilkan, ini jamannya kaum kromo. Begitu tegasnya goro-goro.
Di tanah asalnya, di lembah Sungai Gangga dan Yamuna di selatan Himalaya, konsep wayang punakawan sama sekali tidaklah dikenal. Dengan kata lain konsep rakyat jelata dalam struktur wayang India juga tidak tidak ada.
Dengarlah imbauan Manusmriti yang mengatakan, “… untuk menjalankan tugas negara, Ksatria dan Brahmana harus bersatu, dan Sudra harus menjalankan tugas yang telah digariskan. Sudra harus menekuni kewajibannya sendiri. Tak boleh berpikir mengenai urusan negara” Cerita wayang adalah cerita tentang para ksatria, para dewa dan para raja dan tak ada tempat bagi para hamba.
Konsep punakawan adalah murni hasil pemikiran kerakyatan manusia Jawa. Dia mewakili pandangan ideologis rakyat yang serong ke “kiri”, sekaligus mewakili pandangan-pandangan akar rumput yang membebaskan.
Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan.
Alkisah, di dasar samudera, seorang pertapa raksasa, Begawan Salantara atau raja Gandarwa begitu biasa dia disebut. Berputra pemuda gagah bak Casanova. Namanya Bambang Pecrukpenyukilan. Meskipun suka asbun, Bambang Pecrukpenyukilan mewarisi kesaktian ayahnya, hingga di kampungnya dia menjadi jejadug.
Merasa tak mendapat lawan setimpal di kampung, dia naik kedarat mencari lawan untuk menjajal kesaktian. Beruntunglah, ada Bambang Sukakadi, pemuda dari pertapaan Bluluktiba yang ingin menjajal ilmu kebalnya.
Pertempuran gaya pasar pagipun tak terelakkan. Keduanya saling menendang, memukul, menginjak, menyikut, mengigit dan brakotan. Alhasil rusaklah badan mereka. Tanpa operasi plastik kedua pemuda yang tadinya gagah berubah wujud menjadi dua sosok berwajah aneh dan ancur-ancuran.
Untunglah sebelum perkelahian gaya bebas berakibat fatal datang Sang Smarasanta alias Ki Semar Badranaya bersama jelmaan bayangannya, Bagong (Bawor=Banyumas, Besut=Jawa Timur, Cepot=Sunda). Atas wejangan Semar kedua pemuda itu tersentuh dan bertekad mengabdi seumur hidup pada Ki Semar.
Sejak itu Bambang Pecrukpenyukilan berubah nama menjadi Petruk dan Bambang Sukakadi berubah nama menjadi Gareng. Bersama Semar, Gareng dan Bagong, Petruk menjadi panakawan, pengiring setia para ksatria Pandawa. Dan kebetulan Petruk-lah yang ingin saya ceritakan kali ini dalam kisah paling merakyat, Petruk Dadi Ratu.
Dhok..derodhok..dhok.. dhok… Sang dalang menghajar kothaknya untuk memulai cerita.
Pertarungan baru saja di mulai, dengan mudahnya para ksatria Astina dan Amarta yang dikagumi dan diyakini memiliki kesaktian tak terbayangkan KO dalam sekali pukul. Sebuah negara kecil, Sonyawibawa, muncul tiba-tiba di pojokan Astina yang agung. Mengaku berdaulat dan menantang perang Astina. Hasilnya David mengalahkan Goliath. Dan Petruk menjadi raja dan menghadiahi gelar pada dirinya sendiri Sang Prabu Baginda Belgeduwelbeh Tongtongsot Upilkulegen Hanyokrowati Mbaudendo Panato Senggomo’ne Kenya Limo.
Bagi Petruk menjadi raja adalah amanat, dan kesaktian yang bisa mengalahkan para ksatria adalah kekuatan akar rumput yang sudah muak akan penindasan. Kekuatan nurani rakyat yang tak dapat dikalahkan oleh segala macam kesaktian andalan para ksatria. Dan Petruk adalah semangatnya.
Petruk menjadi raja bukan karena dia marah dan mendendam pada para majikannya. Dan dia juga tidak memiliki ajian mumpung, mumpung berkesempatan memegang jimat Kalimasada. Petruk bukan itu. Dia malah menawarkan kesempatan para ksatria untuk sejenak ijolan nggon (bertukar tempat) dengan para hamba.
Petruk juga mengajarkan kepada para satria ilmu yang seringkali dilupakan para ksatria. Ilmu mendengarkan, ilmu hidup prihatin, ilmu ditimpa kesewenangan dan ketidakadilan, ilmu mengaduh tanpa suara, ilmu menghamba tetapi berjiwa merdeka.
Karena jika ksatria mempunyai hati hamba, apalah susahnya hidup sederhana? Jika ksatria mempunyai telinga, apa susahnya diam mendengar? Jika ksatria bermata, apa susahnya melihat realita? Jika ksatria berotak, apa susahnya mikir rakyatnya?
Jungkir-baliknya tatanan istana yang mulia bukannya tanpa sengaja oleh Petruk. Tetapi karena memang bahasa Petruk adalah bahasa kampung, udik, ndeso dan katrok. Petruk justru mengingatkan, tatanan hanyalah tatanan, hukum hanyalah hukum dan nilai hanyalah nilai. Manusialah yang harusnya menjadi tujuan termulia.
Ketika ksatria menjadi penghamba lekuk-liku birokrasi istana, guna apa mereka bagi kawula? Bukankah raja ada karena ada kawula, dan raja hanya dititipi amanah semata dan bertahta demi rakyatnya?
Bukankah tatanan, hukum, nilai atau apapun dibuat demi kesejahteraan rakyatnya? Dan Petruk ingin meningatkan hal itu.
Petruk bukannya kurang ajar menembus hierarki, tetapi itu adalah keniscayaan. Ketika semua saluran mampet. Dan kondisi menciptakan penjegalan supaya yang dibawah tak bisa meluncur ke atas, ketika kelompok atas enggan turun ke bawah, saat itulah Petruk sang pembebas muncul. Dia menunjukan bahwa semua orang berhak berkuasa, semua orang layak menghamba. Hanya akhlak dan kemampuanlah penentunya.
Dan Petruk tetaplah Petruk kejayaan tiadaklah menghapus kesederhanaanya. Meskipun menjadi raja sakti madraguna kaya raya, tetap dipilihnya permaisuri buruk rupa. Pas benar dengan dirinya. Tidak mengumbar keinginan meskipun bisa.
Lihatlah ketika pelantikan dirinya, yang ingin ditontonya bukan dansa-dansi atau opera yang ndakik-ndakik. Dia hanya ingin nonton tayub dengan ledek yang bisa goyang ngebor mirip Inul. Hobinya pun bukan langsung ganti dengan golf atau clubbing, tetap gobag slodor.
Dan ketika waktunya tiba, Petruk runtuh ketika harus berhadapan dengan Bagong saudaranya sesamanya. Bukan dengan ilmu dan aji jaya kawijayan bak ksatria. Namun dengan berkelahi gaya bebas khas pinggiran, mbrakot, nyokot, nyuwek dan njabak. Ya gelut gaya pasar pagi, itulah bahasa Petruk, bahasa Bagong, bahasa rakyat.
Tulisan ini mewakili kata hati rakyat yang semakin terpinggirkan dan merindukan kepemimpinan yang lebih baik bagi bangsa ini.
diambil dari sebuah blog yang sayang belum ketemu lagi alamatnya. Mohon maaf bagi penulisnya, semoga kebaikan yang didapat.
Rabu, 10 September 2008
Belajar dari Majapahit
Bis jurusan Purwodadi
Untuk lebih mudahnya perhatikan bis jurusan Purwodadi. Raja jalanan karena badannya besar. Siapapun yang berani melawan : sikat, selesai. pemakai jalan yang lain tentu saja memaki-maki. tapi kepada siapa, toh sopir bis tak terlalu penting untuk mendengar cacian tersebut atau bahkan sama sekali tidak mendengar. Bukankah lebih baik mendengarkan musik dangdut yang disetel kenceng? Apa daya, mau lawan jadi korban, mau minta tolong polisi (yang mestinya punya otoritas) eh,... malah disalahkan, mas yo nek pingin slamet minggir wae. Gak tahulah berapa banyak pak polisi diberi angpau oleh sopir bis, tapi saya kira tak seberapa.
Bila anda pemakai jalan, sangat tidak disarankan untuk melawan, tabrak, mati, dikubur, dimakan cacing. Matinya tidak terlalu terhormat karena "ditabrak bis jurusan purwodadi". Sama-sama ketabrak kan lebih terhormat kalau tertabrak mobil Toyota Alpard atau BMW seri 7, atau Mercy E-class. Yo po ra? Embuh lah. Nek aku sing penting mlebu surgo.
Agak sedikit melenceng
Kalau njenengan semua ditanya tentang pengelolaan lembaga njenengan, a la Majapahit atau a la Demokrasi pasti njenengan punya jawaban yang berbeda-beda.
a. Pilih kayak Majapahit asal rajanya bijaksana seperti Hayam Wuruk
b. Pilih Demokrasi asal semua bisa berdemokrasi secara dewasa
c. Tidak pilih keduanya karena dua-duanya tidak ada dalilnya dalam Al Qur'an dan As Sunnah.
d. Karepmu lah.
Terserahlah, yang penting kita semua menyadari dan siap untuk menghadapi segala kesulitan. Kata orang bijak, sikap yang terbaik adalah seperti kapas, ditekan seperti apapun dia akan mampu kembali mengembang. Lha nek di bong piye? Yo Wis, kapan-kapan dipikir maneh.