Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.”
Pengertian Sabar
Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah
Macam-Macam Sabar
Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, baik atau buruk, senang atau susah.
•
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah : 153)
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)
Urgensi Kesabaran
Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.
Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.
Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.
Makna Sabar
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)
Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.
Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an
Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;
1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.
2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"
3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."
4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."
5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."
6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."
Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.
Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.
Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)
2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)
3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)
4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)
5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)
6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)
7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)
8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)
9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)
Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;
1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.
2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.
3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.
5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.
dari berbagai sumber
Kamis, 25 November 2010
Rabu, 24 November 2010
taat
Taat sering disamakan artinya dengan patuh dan tunduk. dengan demikian taat artinya patuh dan tunduk terhadap perintah atau larangan seseorang atau peraturan yang berlaku. Taat diperintahkan Allah SWT dalam firmanNya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa’ : 59)
Pada ayat di atas diterangkan bahwa ada beberapa jenis ketaatan :
a. Taat kepada Allah.
Taat kepada Allah bersifat mutlak, tida ada syarat apapun. sehingga setiap orang yang mengaku muslim tidak ada pilihan kecuali taat terhadap yang diperintahkan Allah, suka tidak suka, berat atau ringan.
Contoh ketaatan ditunjukkan oleh para nabi, diantaranya Nabi Ibrahim as, beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail as. Fikiran dan perasaan manusia pasti menolak perintah yang tidak masuk akal dan perasaan tersebut. Tetapi karena perintah Allah dilaksanakanlah perintah tersebut. Allah memberikan keberkahjan yang besar atas dasar ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail.
b. Taat kepada Rasul
Rasul merupakan penterjemah dari perintah Allah. pada hakekatnya taat kepada rasul adalah ketaatan kepada Allah. Apa yang disampaikan rasul merupakan wahyu dari Allah. Sehingga ketaatan kepada rasul bersifat mutlak sebagaimana ketaatan kepada Allah.
Contoh ketaatan kepada rasul ditunjukkan oleh Sahabat Ali. Pada saat rumah Rasul dikepung Rasul memerintahkan Ali untuk tidur di kamar Nabi. Padahal di luar rumah berpuluh algojo dengan pedang terhunus siap mencabik-cabik tubuh Nabi. Tetapi Ali tidak ragu sedikitpun menerima perintah sementara Nabi berhasil menyelinap keluar dari kepungan.
c. Taat kepada Ulil Amri
Ulil Amri adalah pemegang urusan atau pemimpin. Di rumah, pemimpin kita adalah orang tua, di sekolah pemimpin kita adalah Kepala Sekolah serta para guru, di masyarakat ada ketua RT, Lurah, Camat dll. Di jalan raya ada Polisi, di kantor pajak ada petugas pajak, di kantor-kantor ada pimpinannya. Bahkan sesama teman ada organisasi yang ada pemimpinnya. Dalam lingkup Negara ada pemerintah. Semua pemimpin wajib untuk ditaati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang menaatiku maka dia telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa yang menaati amirku maka dia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang mendurhakai amirku maka dia telah durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari [7137])
Ketaatan kepada ulil amri mempunyai syarat, yaitu tidak bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Allah dan rasulnya. Sehingga semua bentuk peraturan yang ditetapkan oleh orang tua, guru, sekolah, RT, RW, polisi, para petugas wajib untuk ditaati. Yang boleh tidak ditaati adalah ketika peraturan yang ada jelas-jelas bertentangan dengan peraturan Allah.
“La tha’ata limakhluqin fi ma’shiyatil Khaliq” (Tidak boleh taat kepada makhluk dalam rangka memaksiati Al Khaliq)
Contoh taat kepada ulil amri :
a. Menaati perintah orang tua untuk merapikan tempat tidur.
b. Mengerjakan tugas dari guru
c. Mengikuti pertemuan RT
d. Menggunakan helm ketika bermotor di jalan raya
e. Membayar pajak dengan tertib
f. Membuang sampah pada tempatnya, dll
dari berbagai sumber
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa’ : 59)
Pada ayat di atas diterangkan bahwa ada beberapa jenis ketaatan :
a. Taat kepada Allah.
Taat kepada Allah bersifat mutlak, tida ada syarat apapun. sehingga setiap orang yang mengaku muslim tidak ada pilihan kecuali taat terhadap yang diperintahkan Allah, suka tidak suka, berat atau ringan.
Contoh ketaatan ditunjukkan oleh para nabi, diantaranya Nabi Ibrahim as, beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail as. Fikiran dan perasaan manusia pasti menolak perintah yang tidak masuk akal dan perasaan tersebut. Tetapi karena perintah Allah dilaksanakanlah perintah tersebut. Allah memberikan keberkahjan yang besar atas dasar ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail.
b. Taat kepada Rasul
Rasul merupakan penterjemah dari perintah Allah. pada hakekatnya taat kepada rasul adalah ketaatan kepada Allah. Apa yang disampaikan rasul merupakan wahyu dari Allah. Sehingga ketaatan kepada rasul bersifat mutlak sebagaimana ketaatan kepada Allah.
Contoh ketaatan kepada rasul ditunjukkan oleh Sahabat Ali. Pada saat rumah Rasul dikepung Rasul memerintahkan Ali untuk tidur di kamar Nabi. Padahal di luar rumah berpuluh algojo dengan pedang terhunus siap mencabik-cabik tubuh Nabi. Tetapi Ali tidak ragu sedikitpun menerima perintah sementara Nabi berhasil menyelinap keluar dari kepungan.
c. Taat kepada Ulil Amri
Ulil Amri adalah pemegang urusan atau pemimpin. Di rumah, pemimpin kita adalah orang tua, di sekolah pemimpin kita adalah Kepala Sekolah serta para guru, di masyarakat ada ketua RT, Lurah, Camat dll. Di jalan raya ada Polisi, di kantor pajak ada petugas pajak, di kantor-kantor ada pimpinannya. Bahkan sesama teman ada organisasi yang ada pemimpinnya. Dalam lingkup Negara ada pemerintah. Semua pemimpin wajib untuk ditaati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang menaatiku maka dia telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa yang menaati amirku maka dia telah menaatiku. Dan barangsiapa yang mendurhakai amirku maka dia telah durhaka kepadaku.” (HR. Bukhari [7137])
Ketaatan kepada ulil amri mempunyai syarat, yaitu tidak bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Allah dan rasulnya. Sehingga semua bentuk peraturan yang ditetapkan oleh orang tua, guru, sekolah, RT, RW, polisi, para petugas wajib untuk ditaati. Yang boleh tidak ditaati adalah ketika peraturan yang ada jelas-jelas bertentangan dengan peraturan Allah.
“La tha’ata limakhluqin fi ma’shiyatil Khaliq” (Tidak boleh taat kepada makhluk dalam rangka memaksiati Al Khaliq)
Contoh taat kepada ulil amri :
a. Menaati perintah orang tua untuk merapikan tempat tidur.
b. Mengerjakan tugas dari guru
c. Mengikuti pertemuan RT
d. Menggunakan helm ketika bermotor di jalan raya
e. Membayar pajak dengan tertib
f. Membuang sampah pada tempatnya, dll
dari berbagai sumber
TAWADHU’
Makin berisi makin merunduk. Begitulah peribahasa 'ilmu padi' yang sering kita dengar. Dalam syari'at Islam yang mulia pun diajarkan hal yang serupa, sifat dan sikap tawadhu'.
Tawadhu’ secara bahasa bermakna rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah menampakkan perendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Ada juga yang mengatakan tawadhu’ adalah mengagungkan orang karena keutamaannya. Tawadhu’ adalah menerima kebenaran dan tidak menentang hukum.
Manusia memiliki berbagai ukuran kemuliaan. Sebagian menganggap kemuliaan seiring dengan kekayaan, sebagian menganggap kemuliaan membersamai kedudukan, sebagian lagi menyandingkan kemuliaan dengan kepandaian, sebagian yang lain menganggap kekuatan sebagai ukuran kemuliaan. Allah yang Mahaadil memberikan ukuran yang lebih tepat, adil dan bijaksana. Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
• •
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurot [49]: 13)
Ukuran kemuliaan adalah ketakwaan, bukan banyaknya harta, tingginya pangkat atau kemuliaan nasab. Takwa adalah barometer dalam segala perkara. Tidak akan bermanfaat harta, pangkat dan keturunan kecuali diiringi dengan takwa. Salah satu perangai ketakwaan yang dianjurkan dalam agama adalah sifat tawadhu’.
“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS Al Israa’ : 24)
Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya supaya kalian bertawadhu’ sehingga tidak ada seorangpun yang menganiaya orang lain dan tidak seorang pun menyombongkan diri atas orang lain (HR Muslim)
Lawan dari tawadhu’ adalah sombong. Allah tidak menyukai hambanya yang berbuat sombong.
• •
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS An Nisaa’ : 36)
Sombong tidak sama persis dengan menggunakan barang-barang yang bagus atau mewah. Sombong artinya menolak kebenaran dan meremehkan manusia lainnya. Rasulullah bersabda
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Keutamaan Tawadhu’
Semua sifat terpuji selalu mengandung keutamaan sebagai pendorong bagi kita agar berusaha untuk meraih sifat tersebut. Di antara keutamaan sifat tawadhu’ adalah;
1. Menjalankan perintah Alloh subhanahu wata'ala
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu’aro [26]: 215)
2. Terhindar dari kebencian Allah
Allah membenci orang-orang yang sombong, sehingga ketika seorang hamba meninggalkan sifat tersebut akan terhindar dari kebencian Allah.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
3. Perangai hamba yang terpuji
“Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqon [25]: 63)
4. Jalan menuju surga
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Qoshos [28]: 83)
5. Mengangkat derajat seorang hamba
Selayaknya bagi setiap muslim untuk berhias diri dengan sifat tawadhu’ karena dengan tawadhu’ tersebut Alloh akan meninggikan derajatnya.
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda; “Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim:2588)
6. Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya Alloh mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’, hingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain dan tidak ada lagi orang yang menyakiti atas yang lain.” (HR. Muslim: 2865)
dari berbagai sumber
Tawadhu’ secara bahasa bermakna rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah menampakkan perendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Ada juga yang mengatakan tawadhu’ adalah mengagungkan orang karena keutamaannya. Tawadhu’ adalah menerima kebenaran dan tidak menentang hukum.
Manusia memiliki berbagai ukuran kemuliaan. Sebagian menganggap kemuliaan seiring dengan kekayaan, sebagian menganggap kemuliaan membersamai kedudukan, sebagian lagi menyandingkan kemuliaan dengan kepandaian, sebagian yang lain menganggap kekuatan sebagai ukuran kemuliaan. Allah yang Mahaadil memberikan ukuran yang lebih tepat, adil dan bijaksana. Alloh subhanahu wata'ala berfirman:
• •
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurot [49]: 13)
Ukuran kemuliaan adalah ketakwaan, bukan banyaknya harta, tingginya pangkat atau kemuliaan nasab. Takwa adalah barometer dalam segala perkara. Tidak akan bermanfaat harta, pangkat dan keturunan kecuali diiringi dengan takwa. Salah satu perangai ketakwaan yang dianjurkan dalam agama adalah sifat tawadhu’.
“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS Al Israa’ : 24)
Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya supaya kalian bertawadhu’ sehingga tidak ada seorangpun yang menganiaya orang lain dan tidak seorang pun menyombongkan diri atas orang lain (HR Muslim)
Lawan dari tawadhu’ adalah sombong. Allah tidak menyukai hambanya yang berbuat sombong.
• •
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS An Nisaa’ : 36)
Sombong tidak sama persis dengan menggunakan barang-barang yang bagus atau mewah. Sombong artinya menolak kebenaran dan meremehkan manusia lainnya. Rasulullah bersabda
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Keutamaan Tawadhu’
Semua sifat terpuji selalu mengandung keutamaan sebagai pendorong bagi kita agar berusaha untuk meraih sifat tersebut. Di antara keutamaan sifat tawadhu’ adalah;
1. Menjalankan perintah Alloh subhanahu wata'ala
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. asy-Syu’aro [26]: 215)
2. Terhindar dari kebencian Allah
Allah membenci orang-orang yang sombong, sehingga ketika seorang hamba meninggalkan sifat tersebut akan terhindar dari kebencian Allah.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
3. Perangai hamba yang terpuji
“Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqon [25]: 63)
4. Jalan menuju surga
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Qoshos [28]: 83)
5. Mengangkat derajat seorang hamba
Selayaknya bagi setiap muslim untuk berhias diri dengan sifat tawadhu’ karena dengan tawadhu’ tersebut Alloh akan meninggikan derajatnya.
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda; “Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim:2588)
6. Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian
Rosululloh shollallohu alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya Alloh mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’, hingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain dan tidak ada lagi orang yang menyakiti atas yang lain.” (HR. Muslim: 2865)
dari berbagai sumber
Materi akhlak kelas 7
QONA’AH
A. Pengertian Qana’ah
Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW Bersabda :
قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
"Abdullah bin Amru r.a. berkata : Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim)
Orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT :
" Tiada sesuatu yang melata di bumi melainkan ditangan Allah rezekinya". (Hud : 6)
Di mata orang yang qona’ah ada kehidupan yang lebih besar dari kehidupan yang ada sekarang, sehingga mampu memandang segala sesuatu dengan lebih utuh dan bijaksana.
مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)
B. Qana’ah dalam kehidupan
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Nabi SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW : „ Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati". ( H.R.Bukhari dan Muslim)
karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan, maka orang yang mempunyai sifat Qana’ah, terhindar dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena merasa masih kurang pusa dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.
Disamping itu Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
Berkenaan dengan Qana’ah ini, Nabi Muhammad SAW telah memberikan nasehat kepada Hakim bin Hizam sebagaimana terungkap dalam riwayat berikut ini :
„ Dari Hakim bin Hizam r.a. Ia berkata : saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupunmemberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya, dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda : „ Hai Hakim ! harta ini memang indah dan manis, maka siap yang mengambilnya dengan hati yang lapang, pasti dieri berkat baginya, sebaliknmya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya. Baaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Berkata Hakim ; Ya Rosulullah ! Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima apapun sepeningal engkau sampai saya meninggal dunia. Kemudian Abu Bakar RA. (sebagai Khalifah) memanggil Hakim untuk memberinya belanja ( dari Baitul Mal) tetapi ia menolaknya dan tidak mau menerima sedikitpun pemberian itu. Kemudian Abu Bakar berkata : Whai kaum muslimin ! saya persaksikan kepada kalian tentang Hakim bahwa saya telah memberikan haknya yang diberikan Alah padanya". (H.R.Bukhari dan Muslim )
Qana’ah itu bersangkut paut dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat Qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemulaan mungkin merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat Qana’ah sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagiaan di akhirat kelak akan dicapainya. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Qana’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap". (H.R.Thabrani)
demikianlah betapa pentingnya sifat Qana’ah dalam hidup, yang apabila dimiliki oleh setiap orang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh dengan ketentraman, tidak cepat putus asa, dan bebas dari keserakahan,seta selal berfikir positif dan maju.
Betapa tidak, karena sebenarnya dalam Qana’ah terkandung unsur pokok yang dapat membangun pribadi muslim yang menerima dengan rela apa adanya, memohon tambahan yang pantas kepada Allah serta usahadan ikhtiar, menerima ketentuan Allah dengan sabar, bertawakkal kepada Allah, dan tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
اللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخير
“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.”
dari berbagai sumber
A. Pengertian Qana’ah
Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW Bersabda :
قَدْ أفْلَحَ مَنْ أسْلَمَ وَرُزِقُ كَفَا فًا، وَ قَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
"Abdullah bin Amru r.a. berkata : Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim)
Orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT :
" Tiada sesuatu yang melata di bumi melainkan ditangan Allah rezekinya". (Hud : 6)
Di mata orang yang qona’ah ada kehidupan yang lebih besar dari kehidupan yang ada sekarang, sehingga mampu memandang segala sesuatu dengan lebih utuh dan bijaksana.
مَا الدُّنْيَا فِيْ اْلاَخِرَةِ إلاَّ كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أحَدُكُمْ إصْبَعَهُ فِيْ الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Dunia ini dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)
B. Qana’ah dalam kehidupan
Qana’ah seharusnya merupakan sifat dasar setiap muslim, karena sifat tersebut dapat menjadi pengendali agar tidak surut dalam keputusasaan dan tidak terlalu maju dalam keserakahan. Qana’ah berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator hidup seorang muslim. Dikatakan stabilisator, karena seorang muslim yang mempunyai sifat Qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tentram, merasa kaya dan berkecukupan, bebas dari keserakahan, karena pada hakekatnya kekayaan dan kemiskinan terletak pada hati bukan pada harta yang dimilikinya. Bila kita perhatikan banyak orang yang lahirnya nampak berkecukupan bahkan mewah, namun hatinya penuh diliputi keserakahan dan kesengsaraan, sebaliknya banyak orang yang sepintas lalu seperti kekurangan namun hidupnya tenang, penuh kegembiraan, bahkan masih sanggup mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Nabi SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW : „ Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati". ( H.R.Bukhari dan Muslim)
karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan, maka orang yang mempunyai sifat Qana’ah, terhindar dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena merasa masih kurang pusa dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.
Disamping itu Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
Berkenaan dengan Qana’ah ini, Nabi Muhammad SAW telah memberikan nasehat kepada Hakim bin Hizam sebagaimana terungkap dalam riwayat berikut ini :
„ Dari Hakim bin Hizam r.a. Ia berkata : saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupunmemberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya, dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda : „ Hai Hakim ! harta ini memang indah dan manis, maka siap yang mengambilnya dengan hati yang lapang, pasti dieri berkat baginya, sebaliknmya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya. Baaikan orang makan yang tak kunjung kenyang. Dan tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Berkata Hakim ; Ya Rosulullah ! Demi Allah yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima apapun sepeningal engkau sampai saya meninggal dunia. Kemudian Abu Bakar RA. (sebagai Khalifah) memanggil Hakim untuk memberinya belanja ( dari Baitul Mal) tetapi ia menolaknya dan tidak mau menerima sedikitpun pemberian itu. Kemudian Abu Bakar berkata : Whai kaum muslimin ! saya persaksikan kepada kalian tentang Hakim bahwa saya telah memberikan haknya yang diberikan Alah padanya". (H.R.Bukhari dan Muslim )
Qana’ah itu bersangkut paut dengan sikap hati atau sikap mental. Oleh karena itu untuk menumbuhkan sifat Qana’ah diperlukan latihan dan kesabaran. Pada tingkat pemulaan mungkin merupakan sesuatu yang memberatkan hati, namun jika sifat Qana’ah sudah membudaya dalam diri dan telah menjadi bagian dalam hidupnya maka kebahagiaan didunia akan dapat dinikmatinya, dan kebahagiaan di akhirat kelak akan dicapainya. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Qana’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap". (H.R.Thabrani)
demikianlah betapa pentingnya sifat Qana’ah dalam hidup, yang apabila dimiliki oleh setiap orang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendorong terwujudnya masyarakat yang penuh dengan ketentraman, tidak cepat putus asa, dan bebas dari keserakahan,seta selal berfikir positif dan maju.
Betapa tidak, karena sebenarnya dalam Qana’ah terkandung unsur pokok yang dapat membangun pribadi muslim yang menerima dengan rela apa adanya, memohon tambahan yang pantas kepada Allah serta usahadan ikhtiar, menerima ketentuan Allah dengan sabar, bertawakkal kepada Allah, dan tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
اللّهمّ قنّعني بما رزقتني و با رك لي فيه ، و ا خلف على كلّ غا ئبة لي بخير
“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qona’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, dan berikanlah berkah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan lebih baik.”
dari berbagai sumber
Langganan:
Postingan (Atom)